Jibril hampir tak ada
kerjaan lain kecuali mengurusi Surat
ajaib ini bolak-balik berulang-ulang!”
Tetapi nanti dulu (!), jangan buru-buru
menuduh, karena itulah sungguh
kerjanya Jibril as. yang bolak-balik
membisikkan kepada Muhammad satu
unit-wahyu disatu waktu, tetapi diwaktu
yang lain Jibril yang sama turun lagi
untuk membisikkan bahwa wahyu tsb
dibatalkan dan digantikan (nasikh-
mansukh, Qs 2:106)! Dan diwaktu yang
lain lagi ia juga membisikkan (atau
membiarkan Muhammad?) agar ayat
(ayat-ayat) itu dipindahkan letaknya,
“tidak usah lagi” menurut kronologi asli
ketika ayat tersebut pertama kali
diturunkan!
Inilah yang menyebabkan berantakannya
penempatan urutan asli surat dan
ayatdiseluruh Quran yang semestinya
mengikuti urutan tertib kronologi ketika
Jibril menurunkan wahyu awalnya, yaitu
berturut-turut untuk surat Al-Alaq (96),
Al-Qalam (68), Al-Muzzammil (73), Al-
Muddatstsir (74), dst. (menurut Allamah
MH. Thabathaba’i, . Mengungkapkan
Rahasia al-Quran , p 124). Namun kini
urutan tersebut telah diduduki secara
tidak jelas dan tanpa alasan dari Allah
SWT, menjadi surat 1 (Al-Fatihah), surat
2 (Al-Baqarah), dst. seperti halnya yang
Muslim adopsi sekarang ini. Adakah
Muslim cukup bertanya, “kenapa
sesudah jibril menurunkan Quran awal
dengan tertib urut kronologi lalu harus
mendadak mengubahnya dengan urutan
acak? Apakah kerja demikian adalah ciri
kerja Allah yang tertib seperti yang Dia
klaim tentang diriNya, “…(inilah) suatu
kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan
rapi serta dijelaskan secara
terperinci” (Surat 11:1)?
Demikianlah polanya surat Al-Fatihah
ditempatkan dan diadopsi oleh manusia,
atas nama Allah! Lebih kritis lagi adalah
“pengkacauan” urutan tertib ayat-ayat
Allah oleh Muhammad sendiri:
“Diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari
Utsman ibn Affan bahwa apabila
diturunkan kepada Nabi suatu wahyu, ia
memanggil sekretaris untuk
menuliskannya, kemudian bersabda,
“Letakkanlah ayat ini dalam surat yang
menyebutkan begini atau
begitu.” (Tirmidzi, Sunan , kitab al-tafsir,
bab surah 9).
Pertanyaan dasar Muslim yaitu, kenapa
harus dirombak ulang sesuatu yang
telah terturun Murni, langsung dan
sempurna dari surga? Jadi mana wahyu
yang sempurna, yang awal menurut urut
di Lauh Mahfudzh ataukah yang sudah
diacak baru sesaat setelah diwahyukan
dan dicatat diotak Muhammad dan para
penghafal ayat? Ataukah Allah lebih
bodoh dari Muhammad yang merasa
perlu merombak posisinya? Maka tidak
heran kita menyaksikan banyaknya ayat-
ayat Allah yang disisipkan oleh
Muhammad dan para sahabatnya
ditengah-tengah ayat lain yang
tidak “seperwahyuan” turunnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar